Tiga hari menjelang puncak, di alam tanpa pepohonan, hanya ada semak kering berduri, binatang yak, glacier, badai salju, dan sisanya... gunung-gunung es. "Even birds cannot fly this high..." kata pujangga Inggris yang pernah singgah disini, menggambarkan betapa terasingnya tempat ini.
Dalam peradaban yang amat ekstrem ini, dari balik semak kering berduri, tiga anak Nepal berlarian kecil, tertawa... mereka akan pergi ke sekolah...
Setiap hari, 3.5 hingga 4 jam mereka berjalan kaki menuruni gunung untuk bersekolah di satu-satunya SD di lereng Langtang Range, Himalaya. Sekolah ini bernama Mandala, donasi seorang mahasiswi kaya dari Jepang, yang amat tersentuh hatinya melihat semangat anak-anak kecil seperti mereka.
"Namaste..." sapa mereka kepada kami, sembari mengatupkan kedua telapak tangan, layaknya orang menyembah... mereka hanya menggendong tas kecil, berisi buku tulis lusuh berlogo lembaga donasi asal Jepang, dan di tas mereka ada sekilas emblem mirip bendera Jerman.
Secara intuisi saya suruh Sherpa saya untuk memberi mereka coklat dan biskuit bekal kami... tak apalah, small token untuk semangat anak-anak kecil itu yang begitu menginspirasi. Lagi pula masih ada beberapa army biscuit untuk bekal sampai di puncak. Dan begitulah pertemuan kami dengan anak-anak itu berakhir...
Ooppsss... ternyata, salah perhitungan!
Rumah penduduk (tea house) tempat kami akan singgah dan makan di atas ternyata tinggal puing-puing. Terpaksa, satu hari lagi berjalan menuju 'pitstop' makanan selanjutnya... dan bekal kami sudah habis... Kami berdua tertawa... tidak ada sesal sama sekali telah memberi bekal coklat dan biskuit kami pada anak-anak itu...
Dengan bekal air minum dari sungai glacier, satu buah apel sisa dari Kathmandu, dan satu bungkus 'mi gelas' dari Jakarta, kami lanjutkan perjalanan... pelan... pelan... dan mulai terpengaruh 'severe altitude syndrome'... pusing, mual dan 'hangovered'.
Rupanya Tuhan tak ingin kami mati disana.
Dari atas kami lihat seorang pendaki Korea, seorang fotografer, dan Sherpa nya sedang turun... tanpa berkenalan dia langsung membongkar carier raksasanya... 'beban kami terlalu berat' katanya... 'kalian ambil saja sisa makanan kami...pasti kalian lebih perlu buat di atas nanti, siapa tahu terjebak badai dan tidak bisa turun cepat... kami sudah tidak perlu lagi bekal ini'... kira-kira begitu omongannya dalam bahasa Inggris yang terbata.
Dan tiba-tiba 4 pack cokelat besar, 12 bungkus sosis dan satu kantong plastik buak kering diberikannya kepada kami. Alhamdulilah, bungkus sosis Korea itu semuanya pake bahasa kriting, sehingga tidak perlu tahu itu babi atau sapi :) dijamin halal...!
Setelah itu barulah kami berkenalan. Hwang Im Hoo, namanya. Sang utusan dewa penolong kami.
It's too good to be true. But miracles do happen. And I was the lucky one!
Showing posts with label Himalaya. Show all posts
Showing posts with label Himalaya. Show all posts
Monday, July 27, 2009
Saturday, May 09, 2009
Himalaya 2009 : Syabrubesi (1430m)
Syabrubesi, the last village reachable by vehicle on the Langtang Himal region, is settled at 1,430m altitude. A small village that provides basic lodging for the trekkers before the get 'lost' out of civilization.
This village has approximately 20 hostel and lodging, ranging from NR30 (Rp.5,000) to NR200 (Rp.30,000) per night room only. For food, the Daal Bhat, a local diet, cost you about NR100 (Rp.15,000) to NR150 (Rp.22,500). Hot ice lemon tea costs NR100 (Rp.15,000) and a mineral water bottle tagged at NR30 (Rp.4,500). An internet cafe using dial-up radio telephone is also available and charge you NR125 (Rp.18,750) per hour.
Syabrubesi can be reached by public bus (operating daily from Kathmandu central bus station, departing every 7:00AM) costs NR240 (Rp.36,000) or using a private jeep which costs normally NR4,000 (Rp.600,000). The drive will take normally 8h30 until 10hrs for 168km distance, depending on the weather.
The terrain is an off-road environment. The paved road from Kathmandu reached up to Trishuli Bazaar, the first 68km of the journey, the rest is just so called 'road' with occasional waterfall cuts the way, and landslides!
I stayed at Buddha Hotel. The room was basic but it has a nice shared toilet and hot shower! and electricity to charge my camera's batteries, before the great trek begins. In the first floor, there's a restaurant where all the guests are served meals for breakfast and dinner. This village is the last place with electricity, so I have to be really wise to deal with it.
Afternoon time, before 4pm the bus arrived (thank God!) after some severe ordeals have to be encountered along the way. The temperature shows 10C, and the drizzle begins to moist the valley.
I spent the afternoon walking around the valley, talking with the villagers and admired the Rhododendron flowers over the sunset. A plate of Daal Bhat and hot Nepali tea wrapped up my day. A good sleep is required before the great journey begins, tomorrow morning to Pairo (Landslide Village - 1,800m) and Lama Hotel (2,300m), where I spotted a small place called the Shangri-la.
Subscribe to:
Posts (Atom)